SultraOnline, KENDARI – Lembaga Bantuan Hukum Permata Adil Sulawesi Tenggara (LBH PAST) melakukan teguran atau somasi kepada Konsultan Bidang Pertanian PT. Pupuk Kaltim berinisial AMR akibat diduga menelantarkan isterinya.
‘’ Somasi sudah dilayangkan sejak tanggal 11 Maret 2020 lalu. Namun, tidak mendapatkan tanggapan pihak AMR. Bahkan, pihak LBH PAST melalui pengacara AMR menyatakan belum menerima surat somasi itu.’’ ujar Saddan Husein, SH didampingi Juita, SH dan Eka Subaktiar, SH kepada jurnalis Sultraonline.com di Kantor LBH PAST di jalan Sao-sao Kota Kendari, Selasa (24 Maret 2020).
Saddam Husein mengatakan, somasi ini bentuk upaya untuk mengingatkan AMR agar bisa bertanggung jawab kepada isteri yang sampai hari ini perkawinannya masih ‘sah’ sebagai suami dan isteri.
Mengingat ada peraturan dan perundang-undangan yang mengatur hal itu, bila diabaikan dapat dikatakan AMR telah melanggar hukum penelantaran isteri, Pasal 9 UU Nomor 23 Tahun 2004 tertang penghapusan KDRT dengan ancaman pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.
Sementara itu, Ny. ERS isteri AMR mengungkapkan, pelaporan ini terkait AMR menelantarkan dirinya sebagai kekecewaan yang selama hampir tiga tahun menikah (11 Maret 2017,red).
Ny. ERS merasa dirinya telah terabaikan selama enam bulan terkahir ini. Sampai dengan tidak diberikannya nafkah lahir bathin oleh AMR, bahkan dirinya siap jika memang AMR akan melakukan upaya gugatan cerai karena selama berpisah baik konfirmasi keberadaan maupun berkomunikasi kelanjutan hubungannya tidak pernah ada.
Begitu pula saat suaminya, kata Ny. ERS, mendapatkan surat keputusan sebagai seorang konsultan bidang pertanian di PT. Pupuk Kaltim, bulan September 2019 lalu dan kerap melakukan perjalanan dinas. Sejak itu pula tidak pernah ada kabarnya.
‘’ Dia itu (AMR,red) seenak-enaknya saja. Saya diusir sampai dengan harus meninggalkan rumah mertua di Makassar pulang kerumahnya ke Kendari – Konawe, Sultra.
Dan sampai sekarang, tidak ada sama sekali informasinya seperti apa.’’ ujar Ny. ERS ketika melakukan pelaporan kepada pihak Dinas Pusat Layanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) melalui Unit Pelayanan Terpadu Daerah (UPTD) Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA), Lidya Kandao.
Menurut Satgas PPA, Lidya Kandao, masalah ini telah tertuan dalam peraturan UU KDRT dimana pihak korban bukan saja akibat diserang fisik itu kekerasan. Tetapi korban juga dikatakan kekerasan karena diserang secara fisikis atau mentalnya.
‘’Ia pak, dalam peraturan dalam UU Nomor 23 Tahun 2004 serangan KDRT itu selain ada secara fisik juga ada secara fisikis. Dan apa yang diuraikan korban Ny. ERS telah masuk sebagai dugaan korban perbuatan KDRT.’’ tandasnya. (Red/DEM)
Discussion about this post